SELAMAT DATANG di BLOG LUKMAN CENTER 89

SETIA HINGGA AKHIR DALAM KEYAKINAN

Minggu, 04 Maret 2012

Mengurai Kemacetan


MACET, macet, macet…..
Itulah pemandangan keseharian Kota Samarinda saat ini, volume kendaraan bertambah terus sementara badan jalan terutama di dalam kota tidak lagi bertambah. Belum lagi kendaraan yang parkir di pinggir jalan semakin mempersempit akses lalu lintas yang pada gilirannya membuat kemacetan. Jangan heran kemudian ketika melihat pengendara motor melewati trotoar yang mestinya menjadi hak pejalan kaki terpaksa harus “dicaploknya” sejenak sekedar untuk menghindari kemacetan.
Macet, macet., macet….
Ternyata penyebabnya tidak hanya berhenti sampai di situ, penyebab kemacetan masih ada yang lain yaitu jalanan yang rusak atau berlubang di mana-mana. Jika kita berjalan mengelilingi Kota Samarinda saat ini, sudah sulit untuk menemukan ruas jalan mulus tanpa lubang ataupun hanya sekedar keriting, belum lagi bekas galian PDAM yang tidak sempurna penimbunannya setelah digali untuk pemasangan pipa. Semua ini menjadi penyebab kemacetan di dalam kota.
Macet, macet, macet…
Jika di dalam kota jalanan “hanya dihiasi” dengan lubang maka di pinggiran kota “didandani” dengan jalanan rusak. Kalau warga kemudian memindahkan “kebun” pisangnya ke tengah jalan, bukan karena lahan kebunnya sudah tergerus tambang batubara semua atau sudah penuh ditanami. Seperti yang tertangkap kamera wartawan saat melintas di Jalan Sentosa beberap hari lalu, namun itu sekedar aksi protes yang dilakukan oleh warga atas kondisi jalan yang sudah sebegitu parah kerusakannya. Mungkin masyarakat sudah bosan membicarakannya sehingga memilih aksi diam, lalu menanam pohon pisang di tengah jalan sambil menagih janji pemerintah saat kampanye lewat tulisan yang digantung pada pohon pisangnya. Kalau sudah begini  jangan salahkan masyarakat ketika memiliki sikap apatis terhadap pesta-pesta demokrasi yang berlangsung. Jangan salahkan mereka ketika memiliki sikap pragmatis saat berlangsung pemilihan gubernur, walikota ataupun legislatif. Kalau sudah begini, kapan kemacetan terurai? Dan bagaimana mau mengurai kemacetan jika biaya politik yang dikeluarkan untuk menduduki jabatan eksekutif atau legislatif sangat mahal?.
Untuk mengurai kemacetan di Kota Samarinda, mulailah dari diri sendiri untuk tidak membebani kandidat apapun itu baik eksekutif maupun legislatif dengan permohonan bantuan ini dan itu saat mencalonkan diri, agar ketika terpilih mereka bisa membelanjakan uang APBD untuk membangun jalan yang baik, berkualitas, tahan lama, bukan seperti sekarang hanya tersapu banjir akibat hujan satu jam sudah terkelupas aspal atau semennya, berlubang lagi, macet lagi, menunggu lagi tahun berikutnya dianggarkan begitu seterusnya. Siapa yang rugi? Yah, kita masyarakat biasa pengguna jalan yang tidak “kecipratan” jika jalanan itu rusak ataupun berlubang …eksekutif? Legislatif? Hehehehe….

Tidak ada komentar:

Posting Komentar