SELAMAT DATANG di BLOG LUKMAN CENTER 89

SETIA HINGGA AKHIR DALAM KEYAKINAN

Kamis, 13 Oktober 2011

MENERAWANG MASA DEPAN KALTIM PASCA SDA


SEPERTI apakah Kaltim pasca sumber daya alam tak terbaharukan yang dimilikinya habis? Itu pertanyaan yang muncul di benak saya saat naik perahu bermotor di kawasan Bukuan, Palaran bersama beberapa teman. Menyaksikan di sepanjang sisi Sungai Mahakam bangunan-bangunan raksasa bekas pabrik plywood yang mulai ringkih dan lapuk termakan usia karena sudah tidak dipelihara pemiliknya. Nampak sepi dan menyeramkan, hanya ada nyanyian bisu tiupan angin yang berhembus di cerobong asap yang berdiri menjulang tanpa asap lagi.
Sesungguhnya, bangunan ini menceritakan banyak hal di masa lalu dan di masa yang akan datang. Dari lebih sepuluh pabrik yang pernah beroperasi, kini tinggal hanya satu unit yang beroperasi, inipun entah kapan bisa bertahan. Di masa lalu cukup jelas tersurat bahwa pabrik-pabrik ini adalah tumpuan hidup puluhan ribu karyawan langsung dan puluhan ribu lagi lainnya yang secara tidak langsung menggantungkan hidupnya di sini. Mulai mereka yang mengerjakan kayu di tengah hutan sebagai pemasok bahan baku sampai kepada mereka yang hanya sekedar membuka usaha kecil-kecilan di sekitar tempat pabrik-pabrik ini beroperasi. Terlebih lagi karyawan dan keluarganya, semua menggantungkan hidupnya di sini.
Sementara untuk masa yang akan datang, bangunan ini dengan jelas menceritakan bagaimana nasib Kaltim setelah sumber daya alamnya yang tak terbaharukan habis. Kaltim akan “ditinggal”, dan dibiarkan terbengkalai layaknya bangunan-bangunan tua ini. Sedangkan hutan yang mestinya bisa terbaharukan sudah mengalami nasib seperti ini, bagaimana lagi dengan yang tidak terbaharukan?. Yang tertinggal kemudian hanyalah cerita dalam sejarah tentang keindahan masa lalu yang menggambarkan betapa kayanya daerah ini di masa lalu. Selebihnya, hanya akan ada derita. Ancaman bencana alam akan menghantui dan menjadi momok paling menakutkan. Contoh paling nyata bisa kita ambil dari kasus eksploitasi tambang emas di Kutai Barat di era tahun 90-an oleh PT.Kelian Equatorial Mining (KEM). Entah berapa puluh ton emas yang diambil dari perut bumi daerah itu di masa lalu, yang pasti kini hal itu tinggal cerita masa lalu. (Catatan Kompas 2007, rata-rata 40 Ton per tahun selama 13 tahun / IMA)
 Hal ini tentu menjadi persoalan besar bagi masyarakat Kaltim saat ini, terutama pihak eksekutif dan legislative sebagai stakeholder. Masa depan Kaltim akan banyak tergantung dari pengambil keputusan hari ini. Sejumlah persoalan hari ini, itu tidak lepas dari keputusan di masa lalu oleh pemerintah terdahulu. Kekeliruan yang pernah dibuat pemerintah di masa lalu dengan membiarkan eksploitasi sumber daya hutan tanpa upaya rehabilitasi secara maksimal agar terjadi kesinambungan sumber-sumber daya bahan baku bagi puluhan pabrik plywood jangan sampai terulang lagi. Terlebih lagi di sektor pertambangan batubara yang saat ini tengah memasuki “bulan madu”nya. Karena selain sumber daya alam ini tidak terbaharukan, bekas-bekas galiannya juga selalu meninggalkan kubangan raksasa yang sangat mengerikan selain kerusakan ekosistem lainnya yang tidak terukur nilainya.
Pemerintah daerah di Kaltim memang tidak bisa menghentikan eksploitasi batu bara saat ini karena kebijakan pemerintah pusat dengan segala perhitungannya tentunya, namun yang bisa dilakukan sebelum terlambat adalah pertama; bagaimana ritme eskploitasi itu bisa diatur sedemikian rupa sehingga sumber daya tersebut tidak habis sebelum rakyat Kaltim siap bersaing secara intelektual dan memiliki keunggulan dalam bidang sains dan teknologi masa depan. Kedua, Kaltim harus mendapatkan harga yang tinggi (penghasilan besar) dari setiap eksploitasi sumber daya alamnya yang tidak terbaharukan tersebut. Karena itu, langkah sekelompok masyarakat Kaltim yang tergabung dalam Majelis Rakyat Kaltim Bersatu (MRKTB) mengajukan Judicial Review  terhadap UU No.32/2004 ke Mahkamah Konstitusi adalah sebuah langkah yang tepat saat ini. Dan sudah seharusnya setiap individu, setiap kelompok yang ada di Kaltim bahkan orang Kaltim yang ada di luar Kaltim saat inipun harus mendukung upaya ini agar dapat berhasil.
Selain itu, langkah Pemrov Kaltim memberikan beasiswa bagi mahasiswa untuk belajar ke luar negeri juga patut diberikan apresiasi yang tinggi. Kebijakan ini harus terus dipertahankan dan terus ditingkatkan, bukan hanya terbatas pada mahasiswa yang sudah diterima di perguruan tinggi tertentu tapi bagaimana pemerintah daerah menjaring sendiri  putera-puteri daerah yang memiliki kecerdasan untuk disekolahkan sebagai program pemerintah dalam meningkatkan kapabilitas intelektual generasi muda Kaltim dalam menyonsong era pasca sumber daya alam. Langkah pemerintah ini mestinya juga diwajibkan kepada perusahan-perusahan yang melakukan eksploitasi sumber daya alam di Kaltim untuk menyekolahkan putera-puteri Kaltim ke perguruan tinggi di daerah ataupun di luar daerah termasuk ke luar negeri sampai selesai, bukan hanya sebatas pemberian beasiswa atau bantuan pendidikan.
Kaltim masih memiliki nilai tawar saat ini di hadapan pemerintah pusat karena masih memiliki sumber daya alam primadona yang melimpah. Setidaknya, minyak, gas alam, batu bara, emas dan sejumlah sumber daya alam lainnya yang tak terbaharukan masih cukup melimpah. Kini tinggal kemauan dan keberanian yang harus dimiliki pemerintah daerah untuk melakukan tekanan-tekanan terhadap pemerintah pusat agar ketertinggalan pembangunan di Kaltim saat ini bisa dikejar. Setidaknya, sebelum sumber daya alam Kaltim habis terkuras, Kaltim telah siap beralih ke era industrialisasi dan teknologi yang sesuai dengan kemajuan dan kebutuhan jaman. Kalau tidak, maka hanya masalah waktu Kaltim akan mengalami nasib seperti sejumlah bangunan-bangunan tua bekas pabrik plywood di sepanjang Sungai Mahakam itu, terlantar menunggu roboh.(*****)